Karya tulis ilmiah
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam interaksi dengan masyarakat, terkadang dijumpai orang-orang dengan
tingkah laku yang tidak biasa, misalnya orang yang suit untuk fokus atau memusatkan
perhatian, dan orang yang melakukan gerakan berulang. Gerakan berulang ini
terus menerus dilakukan, yang ternyata setelah diselidiki timbul akibat
keinginan yang tidak dapat dikendalikan. Contoh tingkah laku yang tidak biasa
ini terkadang malah menganggu orang lain, yang sayangnya tidak disadari oleh
individu tersebut. Hal-hal yang disebutkan berikut merupakan salah satu dari
sekian banyak gejala ADHD.
ADHD atau lebih spesifik lagi disebut sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah kelainan yang
memengaruhi kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian serta mengontrol
keinginan untuk bertindak secara impulsif. Penderita dari kelainan tersebut
umumnya merasa gelisah dan selalu aktif.
Jika dilihat dari sudut pandang penderita
ADHD, tentunya komunikasi akan menjadi semakin sulit akibat kondisi yang
menyebabkan mereka seringkali tidak menghiraukan informasi penting yang diterima
otak. Kebiasaan mereka yang berbeda dari orang normal, menyebabkan sebagian
dari penderita ADHD dinilai dalam sisi negatif.
Kecenderungan tersebut menyebabkan penulis
terdorong untuk menjelaskan lebih dalam mengenai ADHD agar dapat mengubah pola
pikir sebagian masyarakat serta menambah wawasan mengenai pengertian mengenai
ADHD dan juga penanganannya, yang pada akhirnya bertujuan agar dapat berpikir
dan bertindak lebih positif terhadap penderita.
1.2
Perumusan masalah
Dalam karya tulis ini, penulis akan menjawab sekaligus
menjelaskan beberapa macam pertanyaan antara lain:
1)
Apa itu
ADHD?
2)
Apa
faktor penyebab ADHD?
3)
Siapa
saja penderita atas kelainan tersebut?
4)
Apa saja
dampak yang disebabkan oleh ADHD terhadap lingkungan sosial?
5)
Bagaimana
cara menangani ADHD?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah
sebagai berikut:
1)
Memberi penjelasan
mengenai ADHD
2)
Memberi
pengetahuan atas siapa saja yang termasuk penderita ADHD
3)
Memberi
klarifikasi lebih lanjut mengenai dampak ADHD terhadap lingkungan sosial
4)
Memberi
pengetahuan mengenai ciri-ciri dari ADHD serta cara menanggulanginya
5)
Sebagai
salah satu profil lulusan SMP Labschool Jakarta
1.4
Pembatasan masalah
Karya tulis ini akan membahas pengertian
mengenai topik ADHD serta cara penanganannya sebagai pembatasan masalah.
1.5
Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam karya tulis ini
adalah studi pustaka, yaitu dengan eksplorasi melalui internet serta membaca
materi yang berkaitan dengan topik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian ADHD
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan nama yang
diberikan untuk anak-anak, remaja, dan bahkan orang dewasa yang kurang mampu
memperhatikan suatu subjek serta memiliki abnormalitas dalam tindakan
hiperaktif serta impulsif. ADHD merupakan gangguan neurobiologi, dan bukan
merupakan penyakit dengan sebab yang spesifik. Baihaqi dan Sugiarman (2006)
mendefinisikan ADHD sebagai kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri atau gejala
kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsif sehingga dapat menyebabkan
ketidakseimbangan dalam sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Pernyataan tersebut didukung
oleh Peters dan Douglas, yang mendeskripsikan “attention deficit hyperactivity disorder” sebagai gangguan yang
menyebabkan suatu individual memiliki permasalahan dalam pemusatan perhatian, kontrol
diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi. Kondisi ini terhitung dalam
salah satu dari kelainan yang mayoritasnya terdapat pada anak kecil dan remaja.
Akibat bukan merupakan kondisi yang hanya dialami saat masa kanak-kanak, ADHD
akan terus berlanjut sampai seumur hidup penderita. Berikut adalah tiga
ciri-ciri atau simptom ADHD yang dialami penderita pada umumnya:
2.1.1 Inatensi
Inatensi adalah
ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada objek atau situasi tertentu
dalam waktu yang lama. Karakteristik inatensitas di antaranya:
1) Mudah
terganggu oleh lingkungan sekitar
2) Sulit
memusatkan perhatian pada tugas dan aktivitas bermain sehingga lupa akan
aktivitas harian
3) Cenderung
menghindar dari pekerjaan yang membutuhkan proses berpikir, serta sulit untuk
mengorganisir tugas atau kewajiban.
2.1.2 Hiperaktivitas
Menurut Dr. Seto Mulyadi,
pengertian hiperaktif yaitu suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak
yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi, dan
bertindak sekehendak hatinya. Contoh-contoh
hiperaktivitas ialah sebagai berikut:
1) Gelisah,
terlalu sering menggerakkan kaki atau tangan,
2) Mengalami
kesulitan dalam mengikuti aktivitas yang memerlukan ketenangan
3) Selalu
dalam keadaan bergerak dan terlalu banyak berbicara
2.1.3 Impulsif
Impulsif adalah dorongan
yang didasarkan keinginan untuk kepuasan tersendiri secara sadar maupun tidak
sadar, atau kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang hanya didasari oleh
insting. Impulsif juga dapat diartikan sebagai hasrat untuk mendapatkan imbalan
secara instan, atau ketidakmampuan untuk menunda kepuasan. Beberapa contoh
impulsivitas yaitu:
1) Kecenderungan
untuk menjawab pertanyaan sebelum selesai diutarakan
2) Sulit
menunggu giliran/antre
3) Sering
menginterupsi saat diskusi atau menyela pembicaraan dengan respon yang tidak
sesuai
Dari pernyataan berikut dapat
disimpulkan bahwa ADHD merupakan kondisi psikologis yang menyebabkan penderita
bersikap tidak fokus, mempunyai keinginan untuk bergerak setiap saat tanpa
disertai alasan yang jelas atau kuat, serta tidak memikirkan konsekuensi lebih lanjut atas perbuatan
mereka.
2.2
Sejarah ADHD
Walau saat ini istilah
medis yang tepat digunakan yaitu ADHD/Attention
Deficit Hyperactivity Disorder, masih ada beberapa orang yang menggunakan
istilah ADD dan ADHD secara bergantian. Terminologi diagnostis untuk masalah
psikiatris dan kelainan sikap berasal dari DSM (Diagnostic and Statistical Manual), manual yang digunakan oleh ahli
medis untuk mengidentifikasi, menjelaskan, serta membuat instruksi kode untuk
bermacam situasi. Nama-nama dari bermacam diagnosa telah berubah seiring dengan
waktu dan dalam revisi berkaitan menurut dengan manual, peneliti telah
mengembangkan studi sehingga informasi barupun diterima.
ADHD, lebih spesifik lagi
telah dikenal dengan nama yang bervariasi sejak pertama kali berada dalam penelitian
medis saat akhir 1700. Kelainan ini termasuk dalam diagnostik manual sampai
dengan tahun 1968. Pada suatu waktu, ADHD disdeskripsikan sebagai “Minimal Brain Dysfunction” atau
disfungsi minimal pada otak, namun seiring penelitian dan pengertian atas
kondisi tersebut telah berkembang, maka nama diagnosa dan deskripsipun berubah
menjadi apa yang kita kenal saat ini.
Tidak sedikit yang menyebut
ADHD sebagai Attention Deficit Disorder (ADD)
dikarenakan umum. Ada juga beberapa, terutama yang terdiagnosa dengan ADHD atau
yang sudah pernah berinteraksi dengan penderita sebelum publikasi dari DSM-IV
pada 1994, yang menggunakan baik istilah ADD maupun ADHD. ADD merupakan sebutan
diagnostik yang digunakan saat edisi ketiga DSM dipublikasikan pada tahun 1980.
Revisi lanjutan dari DSM mengubah Attention
Deficit Disorder menjadi Attention
Deficit Hyperactivity Disorder sebagai pencerminan atas penemuan baru dalam
penelitian.
Revisi terbaru, DSM-V,
membagi Attention Deficit Hyperactivity
Disorder menjadi tiga bagian: Predominantly
Inattentive Presentation, Predominantly
Hyperactive/Impulsive Presentation, dan Combined
Presentation untuk lebih memberi spesifikasi atas kondisi tersebut.
2.3
Penyebab ADHD
Peneliti awalnya mendiagnosa
bahwa ADHD berkaitan dengan luka internal yang menyebabkan kerusakan pada otak.
Namun, mayoritas penderita tidak mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan pernyataan
berikut, sehingga teori ini dianggap salah.
Beberapa menarik
spekulasi bahwa gula halus dan kandungan MSG (Monosodium Glutamat) merupakan salah satu dari faktor utama
penyebab ADHD. Walau gula halus memang dianggap kurang baik bagi kesehatan
manusia, belum ada kepastian saintifik atas korelasi baik dari gula maupun MSG,
yang dapat menyebabkan ADHD.
Pada akhirnya peneliti
menyimpulkan bahwa ADHD disebabkan oleh perbedaan struktur dan konektivitas
dalam otak, umumnya akibat faktor genetika.
2.3.1 Unsur Kimia dan Struktur Otak
Penelitian menunjukkan
bahwa penderita ADHD memiliki abnormalitas dalam cara kerja neurotransmitter dopamine yang berperan dalam mengatur
pergerakan, pembelajaran, daya ingat, emosi, rasa senang, tidur, dan kognitif yang
berhubungan dengan cara menjalin komunikasi.
Perbedaan dalam jalur
komunikasi yang berkaitan dengan/atau melibatkan aktivitas dopamine (Volkow, 2009) dapat menjadi suatu beban pada penderita ADHD,
dikarenakan jaringan otak mereka yang memiliki keterlibatan dalam persepsi
ketertarikan.
Gangguan dalam level
serotonin, yang berpengaruh terhadap mood,
hasrat seksual, nafsu makan, tidur, ingatan dan pembelajaran, pengaturan temperatur
serta sifat-sifat sosial, juga diperkirakan memiliki efek terhadap regulasi
dari sistem dopamine.
Penelitian berkelanjutan
menemukan beberapa perbedaan dalam metabolisme otak, perkembangan, serta varietas
struktur otak pada penderita ADHD (McCarthy, 2013). Pada tahun 1990, Zametkin
menerbitkan buku pertama mengenai studi neuroimaging
(pemetaan otak) berisi penelitian struktur otak penderita ADHD dewasa. Studi tersebut
menggunakan scan PET (Pocitron Emmission
Tomography) untuk membandingkan studi metabolisme otak terhadap penderita
ADHD dewasa dengan sampel studi orang dewasa normal.
Hasil dari studi tersebut
menunjukkan bahwa penderita ADHD dewasa memiliki otak yang tidak terlalu aktif
terutama dalam dua area yang bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik dan
kapasitas perhatian. Beberapa studi lain menunjukkan perbedaan terhadap
bermacam struktur otak lainnya, seperti: korteks prefrontal, yang memiliki
fungsi berkaitan dengan pengaturan sifat-sifat kepribadian manusia, perencanaan
maupun konsekuensi tindakan, serta nukleus kaudatus. Bagian tersebut berisi
endorfin, zat kimia yang berfungsi untuk menghasilkan keadaan emosional
positif.
Gambar 3.1
Perbedaan antara otak orang normal dengan
penderita ADHD dalam area korteks prefrontal. (Sumber: http://www.10interestingfacts.com/wp-content/uploads/2014/06/Facts-about-ADHD-Brain-Structure.jpg)
2.4 Siapa saja yang memiliki ADHD
Beberapa peneliti berasumsi
bahwa ADHD lebih umum terdapat pada lelaki, dikarenakan penelitian yang awalnya
difokuskan dalam mempelajari tindakan hiperaktif lelaki usia dini. Sekarang,
peneliti mengetahui bahwa ADHD dapat pula timbul di kalangan wanita, meski
jumlah penderita wanita yang relatif kecil.
Walau begitu, laki-laki
umumnya lebih sering menjadi referensi untuk penelitian dan penyembuhan,
mendapatkan akomodasi, serta berpastisipasi dalam studi penelitian.
Faktor-faktor berikut menyebabkan sulitnya mengidentifikasi penderita ADHD pada
wanita, sehingga penderita wanita dengan kelainan tersebut umumnya kurang
terdiagnosa dan tidak diperlakukan selayaknya bila dibandingkan dengan
laki-laki, terutama mereka yang tidak menunjukkan masalah dalam hiperaktivitas atau
dalam segi sikap.
Menurut Dr. Eliyati,
Terdapat kurang lebih 26,2% penduduk DKI Jakarta yang merupakan penderita ADHD
dengan rentang usia 6-13 tahun, dimana 4-12% diantaranya merupakan anak usia
sekolah dengan tingkat gender laki-laki banding perempuan adalah 4 berbanding 1
persen.
2.5
Dampak ADHD terhadap lingkungan sosial
2.5.1
Edukasi
Gejala yang disebabkan
oleh ADHD yakni inatensi, hiperaktivitas
serta impulsif dapat berdampak negatif terhadap sikap anak-anak atau remaja di
sekolah serta orang dewasa di tempat kerja.
Pada tahun 1988, terdapat
penelitian di Swedia yang bertujuan untuk mengobservasi 544 anak berdasarkan simptom
hiperaktivitas serta impulsivitas. Saat diukur dengan skala Conners, rata-rata
anak dengan simptom yang menandakan ADHD termasuk dalam jangka usia 7-10 tahun,
sementara kelambatan dalam bidang akademisi mulai terlihat saat usia 16 tahun. Remaja
dan orang dewasa dengan ADHD pun dinyatakan mempunyai kemungkinan yang relatif kecil
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2.5.2
Tempat Kerja
Penderita ADHD dewasa
seringkali memperoleh kesulitan dalam mempertahankan jabatan kerja, yang bisa
berdampak negatif terhadap produktivitas di tempat kerja serta reputasi mereka
sebagai karyawan. Masalah yang menyangkut pekerjaan dapat berlanjut sehingga
berdampak krisis pada kesulitan finansial/keuangan.
Studi di Amerika Serikat
dengan 1001 dewasa membuktikan bahwa penderita ADHD dewasa memiliki kemungkinan
yang lebih rendah untuk berada dalam pekerjaan penuh waktu dibandingkan dengan
orang dewasa normal, dengan hasil perbandingan 34% banding 57%
2.5.3
Hubungan
ADHD pada anak, remaja
dan dewasa memiliki dampak yang cukup besar pada hubungan yang mereka jalin
terhadap keluarga, teman atau guru dengan bukti seperti penolakan bahkan
kesulitan dalam mempertahankan pertemanan, hubungan antarkeluarga maupun
romantis.
1)
Dalam penelitian yang dilaksanakan di
Amerika Serikat, golongan dewasa dengan ADHD dilaporkan memiliki tingkat
stabilitas yang rendah dan tingkat penceraian yang umumnya lebih tinggi. Sementara,
anggota keluarga dengan salah satu penderita ADHD dapat menjadi terpengaruh
secara tidak langsung. Hal ini dapat dipastikan oleh laporan orangtua terhadap
dampak yang diakibatkan atas kondisi tersebut, yang mencakup: stress, masalah
emosional/mental yang berpengaruh terhadap kesehatan, renggangnya hubungan antarsaudara,
serta sedikitnya waktu yang dapat dipakai untuk melaksanakan aktivitas
keluarga.
2)
Penelitian selanjutnya menemukan bahwa pasangan
dewasa dengan salah satu anggota yang menderita ADHD menunjukkan tingkat
negativitas yang cenderung rendah saat mencari solusi terhadap konflik bila
dibandingkan dengan pasangan yang tidak satupun anggotanya menderita ADHD. Hal
ini mengindikasikan gangguan dalam hubungan yang dimiliki oleh penderita ADHD
dalam menjalin hubungan platonis ataupun romantis.
Walau beberapa pembuktian
ini menekankan bahwa ADHD memiliki pengaruh negatif terhadap lingkungan sosial,
terdapat pula sejumlah dampak positif yang disebabkan oleh ADHD. Jaman dahulu,
memiliki kepribadian yang hiperaktif dan tidak suka diam diartikan sebagai memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh makanan dan peningkatan
kewaspadaan, sehingga mendapat kesempatan yang lebih besar untuk bertahan hidup
dan berkembang biak.
Bahkan
dalam studi yang memaparkan mengenai anggota suku menetap dan nomaden
(berpindah) di Kenya, anggota suku nomaden yang memiliki genetika berhubungan
dengan ADHD jauh lebih handal dalam memperoleh makanan.
Selain
itu, berbagai macam studi telah beberapa kali menekankan bahwa penderita ADHD
memiliki imajinasi yang lebih kreatif baik dalam eksperimen maupun dalam dunia
nyata, sebab kecenderungan mereka untuk berpikir dengan ketidaktetapan serta kemampuan
untuk berpikir di luar kebiasaan. Beberapa diantaranya bahkan meraih kesuksesan
atas hal tersebut. Berikut adalah
orang-orang berprestasi yang juga merupakan penderita ADHD:
1)
John B. Gurdon, pemenang dari penghargaan
Nobel tahun 2012 di bidang psikologis dan medikasi atas penelitiannya yang
menakjubkan mengenai sel-sel batang.
2)
Walt Disney, seorang pengusaha Amerika,
animator, pengisi suara, dan produser film. Semasa hidupnya, Disney memenangkan
22 penghargaan Oscar dari 59 nominasi, meraih 3 penghargaan Golden Globe, dan satu penghargaan Emmy.
3)
Michael Jordan, atau akrab dikenal dengan
inisialnya, MJ, adalah pemain basket professional Amerika yang telah pensiun.
Saat menjalani karir sebagai atlet, Jordan memenangkan 6 kejuaraan NBA, 14
penghargaan MVP, serta meraih kesuksesan hingga jutaan dolar.
2.6
Penanganan ADHD
Walau tidak ada
penyembuhan permanen terhadap ADHD, penanganan yang tepat dapat mengurangi simptom
dan memperbaiki fungsi otak. Perlu ditegaskan bahwa tidak semua penanganan
dapat berlaku bagi kalangan penderita, walau sebagian besarnya berpengaruh
terhadap kemampuan beradaptasi pada lingkungan keseharian. Beberapa pengobatan
yang dapat membantu di antaranya:
2.6.1
Medikasi
Bagi kebanyakan orang,
medikasi ADHD dapat membantu mengurangi tingkat hiperaktif serta impulsif, sekaligus
memperbaiki kemampuan untuk fokus, bekerja dan belajar. Contoh pengobatan
menggunakan medikasi diantaranya:
1)
Stimulan. walau tidak banyak penderita ADHD
yang menggunakan stimulan, pengobatan
ini dibuktikan efektif. Banyak peneliti yang menyimpulkan hal tersebut dikarenakan
stimulan berfungsi untuk menaikkan kapasitas dopamine sehingga dapat memperbaiki kemampuan berkonsentrasi.
Stimulan dapat juga dipakai untuk menjaga ketahanan dan produktivitas, serta
menahan nafsu makan. Beberapa dari contoh stimulan diantaranya: kafein, tein,
amfetamin, kokain, serta MDMA (Metilendioksimetamfamina).
2)
Non-stimulan. Selain stimulan,
non-stimulan pun dapat membantu mengurangi simptom ADHD. Kekurangan dari
medikasi ini ialah membutuhkan lebih banyak waktu. Dokter dapat memberi resep
non-stimulan apabila pasien mendapat efek samping yang berbahaya dari stimulan,
atau jika pengobatan menggunakan stimulan dianggap kurang efektif. Opsi
selanjutnya yaitu untuk mencampur non-stimulan dengan stimulan agar memperoleh
hasil yang lebih baik. Adapun contoh non-stimulan, diantaranya: atomoxetine dan guanfacine.
3)
Antidepresan. Walau antidepresan tidak
diakui oleh U.S. Food and Drug
Administration (FDA) sebagai pengobatan terhadap ADHD, antidepresan
terkadang digunakan untuk mengobati penderita ADHD dewasa. Trcyclis, sebagai contoh, digunakan oleh beberapa penderita ADHD sebab
dapat memengaruhi unsur kimia dalam otak seperti norepinephrine dan dopamine. Namun, terdapat beberapa efek samping yang
ditimbulkan dari mengonsumsi antidepresan, seperti lamanya proses pengerjaan
efek, serta mual, pusing, gemetar, dan berkeringat. Disamping itu, terdapat
juga efek samping yang cukup menganggu seperti insomnia, gelisah, panik,
kehilangan gairah seksual, dan bertambahnya berat badan.
2.6.2 Terapi
Terdapat
berbagai macam jenis terapi yang sudah pernah dipakai oleh penderita ADHD. Dampak
positif dari penggunaan terapi dapat membantu baik penderita maupun keluarga
untuk lebih menyesuaikan diri dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Jenis-jenis
terapi yang bisa menjadi pilihan meliputi:
1)
Terapi perilaku kognitif/CBT (Cognitive Behavioral Therapy), yaitu merupakan
terapi jangka pendek teratur, yang memberikan dasar berpikir pada pasien untuk
mengekspresikan perasaan negatif, memahami masalah, serta mampu mengatasi permasalahan
tersebut sehingga tercapai suatu solusi. Terapi ini bertujuan untuk mengubah
pola berpikir atau perilaku yang berada di balik kesulitan seseorang, serta
mengubah cara mereka merasa. Keuntungan dari CBT adalah bahwa ia berlangsung
dalam waktu yang relatif pendek, yaitu sekitar 4-7 bulan untuk berkonsultasi
mengenai masalah emosional tertentu yang dialami oleh pasien dengan terapis.
2)
Terapi psikologis (psikoterapi). Merupakan
suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan
prinsip-prinsip psikologi untuk mengatasi tingkah laku abnormal yang dialami,
atau masalah-masalah yang dianggap menganggu dalam keseharian pasien. Psikoterapi
memusatkan perhatian untuk membantu pasien mengadakan perubahan-perubahan
secara sikap, kognitif, dan emosional.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal
yang telah disampaikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa Walau belum ada penyembuhan
permanen untuk ADHD, terdapatberbagai macam cara yang dapat meminimalisir gejala
agar tidak terlalu menganggu rutinitas keseharian. Pengobatan yang dapat membantu
mengurangi simptom diantaranya adalahstimulan, non-stimulan serta
anti-depresan. Terdapat juga beberapa jenisterapi yang dapat membantu penderita
agar lebih menyesuaikan diri terhadap lingkungan, seperti terapi kognitif dan psikoterapi.
Penanganan ini diharapkan bisa menjadi solusi yang efektif terhadap kendala
yang dialami oleh penderita ADHD.
3.2
Saran
ADHD
dapat dikatakan menganggu dalam kehidupan keseharian penderitanya. Dalam kasus penderita
ADHD yang merupakan anak kecil, orangtua dapat membangun pengaturan yang lebih terstruktur
di rumah sebagai bagian dari penanganan masalah.Anak dengan penderita ADHD
dapat mengonsumsi beberapa medikasi yang diberikan oleh dokter, atau berkonsultasi
dengan terapis. Di tempat kerja, penderita ADHD dapat bekerja di kantor privat untuk
mencegah gangguan pengalih perhatian, atau dapat pula beristirahat secara
tersusun agar tidak mengantuk dan lebih mempertahankan fokus saat meeting.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar